Tahun 2007 adalah tahun pertama kami tinggal di Singapura. Waahh… Ternyata lama juga ya kami hidup jauh dari keluarga. Bagi saya, tinggal di rantau bukanlah cita-cita apalagi rencana. Namun mungkin ini kehendak Sang Maha Pencipta mengatur jalan hidup saya dan keluarga.
Memutuskan tinggal di rantau tentu saja sudah dengan berbagai pertimbangan. Antara berat hati namun juga excited. Apa ya yang akan kami temui disana? Dan setelah berjibaku bersama dan mengalami penyesuaian disana-sini, kami pun mulai menjalani mudik untuk pertama kalinya pada tahun 2008 sampai saat ini, tahun ke 11.
Tapi tunggu, sebenarnya “mudik” itu apa yah ?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mudik adalah kegiatan perantau atau pekerja migran untuk kembali ke kampung halamannya. Meski belakangan istilah “pulang kampung” (akronim: pulkam) turut digunakan, namun istilah “mudik” seolah sudah mendarah daging di masyarakat Indonesia.
Menurut budayawan Betawi, Ridwan Saidi, dalam buku Profil Orang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadatnya (1997), istilah mudik lahir dari lidah orang Betawi penduduk Batavia. Kata “udik”, yang berarti “selatan atau hulu,” turut digunakan untuk menandai nama kawasan seperti Meruya Udik di selatan dan Meruya Ilir di utara.
(diambil dari link ini)
Pertama kalinya tiket sudah ditangan, perasaan bahagia menyeruak. Wahh.. sebentar lagi kami akan bertemu keluarga yang sudah setahun kami tinggalkan. Ya, minimal satu tahun sekali kami akan mudik; yakni ketika Hari Raya Idul Fitri. Mudik diluar momen lebaran ini bisa dihitung jarang yah. Kalau tidak kepepet, ya tidak mudik. Biasanya kami pulang ke dua kota; Semarang dan Yogyakarta. Itu yang wajib. Dari yang hanya berdua, sampai berempat. Dari yang cuma bawa koper dua biji, sampai 6 biji. Hiiii. :D:D.
Namun oh namun, ketika sampai di tanah air, kadang kenyataan tidak seindah yang kami bayangkan walau bahagia pun tak kalah menyeruak. Mau tahu lebih lanjut pengalaman kami? Yuk lanjut!
Apa ya “Sukanya Mudik”? Yuk simak berikut ini.
1.Bertemu keluarga inti
Ikatan darah sudah tidak bisa dibohongi kedekatannya. Bersyukur masih diberi kesempatan bertemu keluarga adalah nikmat yang tidak boleh diingkari. Orang tua masih sehat, saudara kandung beserta keluarga masih sehat dan para keponakan yang makin lucu dan pintar menambah kesenangan. Walau kadang menambah puyeng juga. Hehe.
Tetap ada tantangannya ketika kami berkumpul. Kadang, kebiasaan satu keluarga berbeda dengan keluarga yang lain. Kemampuan tiap anak berbeda-beda. Kalau tidak pandai-pandai mengelola kondisi, salah-salah bisa jadi emosi. Jaga diri dan hati ya, no drama, please!
Tips yang sering saya terapkan pada diri sendiri:
Karena kita pendatang, pahami kebiasaan keluarga adik atau kakak. Saya tanya dulu biasanya tidur pukul berapa atau kalau makan bagaimana. Lalu saya diskusikan dengan anak sendiri. Jangan sampai mengganggu siklus sang sepupu, dan sayapun berusaha menjaga siklus anak sendiri.
Kadang berhasil, walau kadang gagal. Pernah beberapa kali anak jadi tidur larut malam :D. Kadang ada bagusnya; anak meniru kebiasaan baik sepupunya, namun kadang juga jadi tahu hal-hal yang tidak pernah saya ajarkan. Duh. Anak tidak pernah salah meniru, kan? Untuk menetralisir, hal yang selalu saya lakukan, saya diskusikan ketika menjelang tidur. Kalau ada hal-hal yang harus diluruskan, maka akan kami luruskan. Belum lagi urusan bertemu sepupu seumuran, biasanya tidak jauh dari berebutan dan menangis karena ingin mainan yang sama. Duh!
Tapi diluar itu, biasanya sih, kumpul keluarga most likely selalu seru!
2. Atmosfer yang berbeda
Biasanya bangun tidur tidak ada yang menyapa, kalau mudik, bangun tidur bisa mendengar suara ayam haha. Entah mengapa, waktu berjalan sangat lambat dibandingkan kalau kami tinggal di Singapura. Ketika sudah bangun solat Subuh, masih bisa jalan-jalan, cari makan, ngobrol-ngobrol dengan keluarga, waktu masih pagii aja. Nikmatnya hidup tidak terburu-buru. Sementara di Singapura, tau-tau waktu sudah siang dan rasanya belum banyak yang kami lakukan. Akibatnya serba tergesa-gesa. Mudik membuat kami bisa “berhenti” sejenak dari rutinitas dan berusaha “be present”. Menikmati waktu bersama keluarga. Catch-up dan update tentang kondisi keluarga masing-masing.
3. Selalu ada sesuatu yang baru
Mulai dari makanan alias wisata kuliner, tempat wisata, sampai trend yang baru membuat kami kadang terkaget-kaget dengan perubahan yang ada. Makanan dengan mudahnya ditemui dimana saja dan harganya murah meriah. Tempat wisata pun bervariasi, mulai dari yang alami seperti sungai ataupun kebun bunga di kaki gunung sudah merupakan kelegaan tersendiri bagi kami. Adanya Go-Food ah… sudahlah.. :)).
4. Nostalgia
Mengajak anak-anak bernapak tilas bahwa Ibu dulu pernah bersekolah disini atau Ayah pergi ke sekolah melalui jalur ini membuat mereka mampu berimajinasi dan tentunya menambah wawasan bahwa bumi ini luas. Haha. Bahwa ayah ibunya pernah kecil dan sekarang sudah tua menjadi orang tua mereka. Dan masa kecil saya dan ayahnya tentu jauh berbeda dengan masa kecil anak-anak. Sudahlah negaranya lain, zaman pun berubah.
5. Memanfaatkan kesempatan mumpung “murah”
Yang jelas semacam pergi ke salon untuk sekedar potong rambut, atau creambath, dan pijet refleksi hanya akan saya lakukan ketika mudik ke Yogya. Saya suka tidak tega mengeluarkan isi dompet kalau harga potong rambut di Singapura bisa 10x lipatnya dibanding di Yogya. Pijat ? 30 menit bisa hampir 400ribu rupiah, sedangkan di kampung halaman, 60 ribu bisa 1,5 jam. Kebayang ya?
Itu baru contoh kecil ya, masih banyak contoh yang lain. 😀
6. Penjahit langganan
Punya baju mau dipermak? Resleting mau dibenerin? Atau baju kekecilan mau dibesarkan? Atau punya kain menumpuk tapi malas bolak-balik ke tukang jahit? Ini yang saya suka. Ada penjahit langganan yang sudah kenal baik bertahun-tahun yang mau datang kerumah untuk mengambil kain dan setelah jadi, diantar pula ke rumah. Mau model apa, tinggal beri contohnya beliau mau menjahitkan. Nah… ini nih yang membuat saya malas beli baju di toko.
7. Serunya road trip ke kota lain
Pergi ke kota lain melalui perjalanan darat merupakan hal yang kami tunggu-tunggu. Mulai dari persiapan dari baju, bekal, dan hal-hal lain yang perlu dibawa. Tahun ini kami hanya berkesempatan ke kota Semarang, tapi semoga ditahun-tahun berikutnya ada kesempatan ke kota yang lain. Sepertinya kalau dijabarkan, perlu satu tulisan tersendiri nih, haha!
Lalu dukanya apa ya… ? “Dukanya Mudik” ituu adalah kalau :
1.Sakit
Pengalaman mudik lebaran tahun ini adalah tahun pertama kami berempat sekeluarga ada kejadian “sakit”. Rasanya tuh gimanaa gitu. Hari 3 kami sampai di Yogya, si bungsu terkena HFMD. Sesuatu yang sama sekali tidak saya antisipasi.
Minggu depannya, saya pun merasakan diare; sesuatu yang tidak pernah saya rasakan selama 11 tahun mudik sebelumnya. Setelah sembuh sekitar 2-3 hari, gantian suami dan anak pertama saya muntah-muntah karena makan sesuatu yang mungkin sudah tidak baik. Ya kami memang makan di luar ketika itu. Bisa dibayangkan kan, “seru”nya mudik ketika itu.
Kocaknya lagi, semua obat yang sudah saya siapkan dari Singapura, tidak ada yang terpakai karena yang saya bawa hanya obat flu untuk dewasa dan anak-anak.
Maka kalau boleh memberikan tips:
Kemanapun pergi, ada baiknya juga membawa obat untuk sakit yang umum terjadi, meskipun jarang dialami. Diare sebenarnya adalah penyakit yang umum dialami oleh kawan-kawan yang mudik ke Indonesia. Namun karena saya tidak pernah mengalami, saya cuek. Ya memang yaaa cocok-cocokkan.. cuma siapa tau terpakai :D. Dan untungnya ini lagi jalan ke kampung halaman sendiri ya, jadi tau mana toko obat terdekat haha…Jangan lupa pengobatan alternatif kadang manjur.
2.Masih banyak yang tutup
Sebenarnya ini kurang beruntungnya kalau kami mudik hanya ketika momen lebaran. Dan tidak bisa lama. Kalau banyak urusan yang membutuhkan pegawai pemerintahan misalnya, tentu saja semua masih tutup. Seperti mengurus dokumen KK atau KTP yang masih sangat kami butuhkan akan sedikit terhambat.
Tipsnya:
Rajin-rajin memeriksa dokumen (misal SIM akan expired dan harus perpanjangan), dan kalau bisa rencanakan mudik yang lebih lama atau mudiklah di lain waktu (kalau kepepet). Jangan lupa untuk bersilaturahmi dengan pak RT / RW untuk update dengan aturan-aturan baru sehingga semua persyaratan lengkap dibawa. Kalau perlu semua dokumen discan dan tersimpan rapi di Google Drive. Lengkapi dengan password. Sehingga sewaktu-waktu perlu, tinggal diprint.
3. Banyak keinginan, sedikit kemampuan
Menjelang mudik, biasanya saya selalu merencanakan apa-apa saja yang ingin dilakukan. Namun ternyata, kadang banyak yang tidak tercapai. Ya mungkin ini saya juga yang salah ya, terlalu bersemangat. 😀
Maka tips untuk diri sendiri yang berulang-ulang saya katakan:
Buatlah jadwal yang fleksibel dan lihat prioritasnya. Lihat situasi apalagi kondisi anak-anak. Saya terkadang lupa, daya tahan tubuh anak-anak berbeda satu dengan yang lain, dan kadang yang saya pikir mereka akan kuat ternyata tidak berlaku untuk saat itu. Vitamin sudah pasti namun jangan sampai anak-anak kurang tidur. Yang unik dari anak saya; kadang seharian minim makan sepertinya aktif-aktif saja, tetapi kalau sampai kurang tidur, bisa demam. Hmm.
Pada akhirnya, keluar dari Singapura untuk mudik sejenak merupakan ajang bagi kami untuk memaknai ulang hidup kami. Reframing, tepatnya. Siapa sih kami sebenarnya? Bagaimana kami berinteraksi dengan keluarga, menyapa tetangga, bertemu dengan saudara-saudara, menyambung silaturahmi dengan kawan-kawan sekolah terdahulu, mengenalkan anak-anak kepada kebudayaan Indonesia, serta menghargai hal-hal kecil yang mungkin berbeda dari apa yang biasa kami lakukan di Singapura.
Walau kami tinggal jauh namun kami tahu, disinilah kami berasal. Hati kami tertancap disini, seberapa jauhnya kami pergi. Dan ketika kami menjalaninya, rasanya, kaya. Ya, kaya akan pengalaman baru, dan kaya akan ide-ide baru. Mudik kemudian menjadi agenda penting bagi kami, atau mungkin bagi siapapun yang jauh dari keluarga.
Dan pada akhirnya mudik adalah suatu perjalanan mendekatkan kami dengan yang jauh, bukan menjauhkan yang sudah dekat.
Nah, kalau kamu, bagaimana pengalaman mudikmu?:)
Singapura, 23 Juli 2019
*)Ditulis untuk mengikuti kegiatan Nulis Bareng, Yuk! dari Rumah Belajar Literasi IP Asia bulan Juli 2019