Melatih Kemandirian Anak (Hari 5)

Tantangan Hari 5, Game 2

 “Hands are the instrument of man intelligence” 
(Tangan adalah alat untuk membangun kecerdasan)
“What the hand does, the mind remembers”
(Apa yang dilakukan oleh tangan, akan diingat)

~Maria Montessori

Quote di atas adalah salah satu pendapat terkuat dari Maria yang juga membuat saya akhirnya paham mengapa banyak  hands-on activities yang sangat bervariasi di lingkungan Montessori. Bahwa ternyata mengerjakan tantangan-tantangan kecil dalam setiap tugas merupakan kesempatan agar anak dapat mengeksplorasi kemampuan tangannya pula. Oh menyapu begini, oh buka gembok begini, oh menuang air gini yaa kontrol tangannya, oh halus dan kasar itu yang ini, dan daftarnya terus bertambah. Dan, apa yang dilakukan oleh tangan-tangan kecil itu akan mengirim sinyal ke otak, menyambungkan jaringan-jaringan syaraf sehingga otak menerimanya sebagai sebuah pengetahuan yang akhirnya berguna untuk anak kelak dikemudian hari.

Hari 5

Azka akhirnya menunjukkan kemampuannya lagi. Apa karena atmosfer akhir minggu juga mempengaruhi, ya? Ketika hari sekolah dan kakaknya sekolah lagi, Azka pun fokus kembali. 😀

Begitu kakaknya berangkat sekolah, Azka sudah mandi dan makan, dia langsung menuju area bermainnya dan memilih material yang ia mau.

 

 

Wah, Adek melengkapi siklus kerjanya; dari mengambil mainannya, bekerja dengan material pilihannya, lalu ketika merasa cukup, ia lalu mengembalikan materialnya ke tempat ia mengambilnya. Dari situ saya merasa, bahwa ya, sebenarnya Azka telah memiliki pengetahuan tentang itu. Dia bisa sebenarnya. 🙂

Setelah itu dia masih memilih material yang lain, dia kembali bermain dan tentu saja, ada masa-masa dia memperlakukan material dengan tidak tepat. Alias dilempar-lempar semua blok yang ada. Disitulah saya turun tangan :D.

 

Hasil Observasi:

  1. Sebenarnya kemarin saya melihat, apa ya yang harus dilakukan agar Azka mau bermain lagi dengan? Saya kemudian merotasi material dengan sesuatu yang lain. Mungkin ia bosan, mungkin. Lalu saya kenalkan dengan knobbed cylinders yang akhirnya menjadi pilihannya hari itu.  Secara alami dia mengambil baki yang berisi material itu lalu duduk dengan anteng. Sibuk sendiri.
  2. Ketika dia selesai, dia juga langsung dengan alami mengembalikan material ke tempat semula. Betul ya, sebagai orang tua kita tidak boleh menyerah dengan langsung membantu dengan dalih, nanti jatuh barangnya dan sebagainya. Karenanya tepat sekali material dan baki yang disiapkan haruslah child-friendly, baik dari segi ukuran maupun berat. Bertahap kemudian bisa ditingkatkan kesulitannya.
  3. Saya juga melihat adanya faktor rutinitas yang telah terbentuk. Mungkin dalam benak Azka, kalau ada kakaknya, main ya sama kakaknya. Kalau sendiri, ya main sama barang-barang haha.. Tapi ya .. ini baru asumsi sementara ya. Secara keseluruhan, saya merasa bahagia melihat Azka mampu mengembalikan mainannya sendiri. Tapi tentu saja belum bisa dibilang menetap ya, kita lihat saja besok bagaimana.
picsart_04-30-04.40.19
Tabel Kemandirian Anak : Hari 5

 

Singapura, 30 April 2019

#hari5

#gamelevel2

#tantangan10hari

#melatihkemandirian

#kuliahbundasayang@institut.ibu.profesional

Melatih Kemandirian Anak (Hari 4)

Tantangan Hari 4, Game 2

Dalam lingkungan Montessori, anak dibebaskan memilih apa yang ingin ia lakukan. Dengan catatan, semuanya masih dalam batas kepatutan. Tidak ada penyalahgunaan material, ataupun perilaku yang menunjukkan ketidaksopanan. Sikap respect anak harus ditunjukkan kepada diri sendiri, orang lain dan juga lingkungan. Ada norma dan peraturan yang tetap harus diikuti. Selama tidak melanggar, maka sah-sah saja. Jadi, kalau kita melihat anak setiap hari memilih aktivitas yang sama, ya sah-sah saja, sepanjang itu aman.

Nah, sebagai direktris (sebutan orang dewasa/guru/penanggung jawab di lingkungan Montessori), peran penting kita adalah menyiapkan lingkungan yang kondusif untuk belajar juga mengobservasi kebutuhan anak. Misalnya, kita melihat anak bolak-balik mengambil sapu kita dan memainkannya, padahal dia kesulitan menggunakannya karena terlalu besar, maka mungkin itu saatnya kita memasukkan sapu mini di dalam lingkungan belajarnya. Memfasilitasi kebutuhan anak.

Hari 4

Hal menarik terjadi tadi pagi. Azka bangun lebih pagi dari kakaknya. Karena sendirian alias teman bermainnya belum bangun, Azka lalu menuju area bermainnya. Tampaknya dia perlu melakukan sesuatu. Masih dengan baju tidurnya, dia mengambil salah satu material. Saya melihat dia tidak mengambil alas kerja, dan saya bertanya, 

“Azka, mana mat-nya?”

Dia diam saja, fokus pada mainannya. Ketika saya tanya lagi, dia juga tidak merespon.

img_20190428_073510-1

Akhirnya saya putuskan untuk tetap mengamatinya. Sampai akhirnya ia meninggalkannya.

“Adek, mainannya kok ditinggal?”

Dia melihat ke arah saya lalu berlari mengambil material yang lain. Sepertinya dia tahu, tetapi ingin mengerjakan yang lain.

Hasil observasi:

1. Berhadapan dengan toddler, memang gampang-gampang susah. Karena Azka belum bisa mengungkapkan pendapatnya secara verbal, saya lebih banyak memberikan contoh. Karena saya yakin, dia tidak akan salah meniru. Yang saya lakukan adalah mengembalikan material pada tempatnya dan mengatakan, “Dikembalikannya di sini ya.”

2. Menerima kenyataan bahwa kadang ketika anak tidak melakukan bukan berarti tidak tahu caranya. Entah mengapa. Ya, mungkin ada yang belum saya pahami juga yaa. Namun karena goal dari latihan ini adalah anak harus bisa melakukannya, maka latihan terus dilanjutkan. Coba lagi nanti pada waktu yang lain, mungkin ketika Azka sudah lebih segar (setelah mandi atau sarapan)

 

picsart_04-29-03.17.27-1
Tabel Kemandirian Anak: Hari 4

 

Singapura, 29 April 2019

#hari4

#gamelevel2

#tantangan10hari

#melatihkemandirian

#kuliahbundasayang@institut.ibu.profesional

Melatih Kemandirian Anak (Hari 3)

Tantangan Hari 3, Game 2

Dalam Montessori, alas kerja memegang peranan penting karena sejatinya, alas kerja menggambarkan area kerja anak. Anak diharapkan dapat bekerja di areanya sendiri, sehingga perlahan-lahan, anak dilatih untuk mengembangkan daya konsentrasinya. Ya, agar anak dapat fokus pada area dan materialnya sendiri. Dengan adanya alas kerja, anak juga belajar respect terhadap alas kerja orang lain, yang tidak boleh diganggu sebagaimana orang lain tidak mengganggu area kerjanya. Jadi, anak sedari dini belajar tentang adanya hak milik; mana yang merupakan hak-nya, mana yang merupakan hak orang lain.

Menantang? Ya, tentu. Awal-awal dikenalkan tentang alas kerja ini, anak kadang tidak mematuhi. Kadang malah mainnya di luar alas kerja, atau malah ditinggalkan sesuka hati. Nanti terkadang, malah main ke alas kerja orang lain dan anak lain “seolah”terganggu. Namun, satu lagi yang ingin saya sampaikan di sini bahwa repetition atau pengulangan pada Montessori adalah kunci.

Setiap kali ingin bekerja dengan material, anak harus menggunakan alas kerja. Kalau lupa? Ya, diingatkan. Begitu seterusnya. Hingga menjadi kebiasaan.

Ada dua tipe alas kerja yang umum digunakan pada lingkungan Montessori. Pertama, alas kerja yang digunakan di meja, ukurannya lebih kecil. Satu lagi alas kerja yang bisa digunakan di lantai. Biasanya ukurannya lebih besar, lebih luas sehingga memungkinkan anak untuk bekerja dengan material yang lebih bsesar pula. Misal, Pink Tower atau Long Red Rods.

Dengan adanya alas kerja yang besar ini, ketika anak bekerja di lantai, akan sangat mudah membuat area yang jelas, sehingga anak tidak diganggu ketika bekerja. Pun ketika anak ingin pergi ke toilet, maka orang yang terbiasa dengan lingkungan Montessori ini akan paham dan tidak akan mengganggunya. Demikian juga ketika anak meninggalkannya, kita jadi tahu siapa yang harus membereskannya.  Lagi-lagi siklus kerja akan selalu dilatih ketika anak bekerja di lingkungan Montessori; dari mengambil material dan alas kerja – bekerja dengan material – mengembalikannya di tempat semula.

Hari 3

Untuk hari ini, harus saya akui agak berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Karena hari ini libur sekolah, dan Azka ini tipe yang nge-fans berat sama kakaknya, maka ketika sang kakak ada di rumah jumpalitannya luar biasa.

Namun, mengingat butuh konsistensi dalam melakukan tantangan  ini, saya tetap ajak Azka untuk mencoba. Setelah mandi dan makan pagi, saya katakan dengan intonasi menarik perhatian,

“Azka, mau main sama Ibuk ga? Mau pink tower?”

Dia terlihat mau sih. Saya arahkan untuk mengambil alas kerja. Namun karena ini pink tower, saya katakan, Älas kerja yang besar mana ya? Kan mau main di lantai”.

Ternyata Azka pun paham, dan mengambil alas kerja yang besar, lalu membukanya.

img_20190427_093924
Azka sedang membuka alas kerja

Nah, apa Azka langsung bermain pink tower? Ternyata tidak. :D. Yah gak papa juga, mungkin memang masih ingin bermain yang lain. Namun, dia tetap mengambil dan meletakkan material di dalam alas kerja.

Saya biarkan dia sampai puas. Lalu baru setelah itu, dia nampaknya ingin mengambil pink tower. Setelah seluruh bagian diambil, Azka kemudian sibuk bereksplorasi, menumpuk dan menjatuhkan bagian-bagian dari pink tower.

img_20190427_094856

Sampai akhirnya kakak datang, dan mengajak main kejar-kejaran. Haish.. sebetulnya saya merencanakan kakak untuk ikut bekerja dengan material ini. Namun rencana tinggal rencana, mungkin mereka berdua sedang kangen berat.

Lalu, bagaimana dengan mengembalikan materialnya? Adek lupa, dong. Saya ingatkan dulu, namun sesungguhnya mengembalikan materialnya tidak serapih hari sebelumnya.

Hasil Observasi:

  1. Azka masih harus selalu diingatkan, dan saya yakin “Keep Information Short and Simple” masih akan terus dibutuhkan. Dan sebetulnya cukup efektif untuk Azka yang telah mampu mengikuti instruksi singkat dan padat.
  2. Saya sengaja mengarahkan Azka untuk mengambil pink tower untuk melatih Azka mandiri mengambil alas kerja yang lebih besar. Tentu saja, dalam menggulung masih harus dibantu karena ukurannya besar, tidak seperti alas kerja yang di meja. Namun dengan mengenalkannya, membuat Azka akan familiar dengan perbedaan alas kerja besar dan alas kerja kecil.
  3. Sepertinya, untuk berikutnya, Kakak harus langsung diajak bekerja bersama dengan material, agar Adek pun mau mengikuti. Besok coba lagi ya, Dek!

 

WhatsApp Image 2019-04-28 at 05.07.49
Tabel Kemandirian Anak: Hari 3

 

Singapura, 28 April 2019

#hari3

#gamelevel2

#tantangan10hari

#melatihkemandirian

#kuliahbundasayang@institut.ibu.profesional

Melatih Kemandirian Anak (Hari 2)

Tantangan Hari 2, Game 2

Untuk hari ini, masih tetap fokus pada skill selanjutnya yaitu mengambil dan mengembalikan mainan pada tempatnya. Azka telah memiliki rutin ketika bangun tidur, dia biasanya langsung ikut mandi dan mengantar kakaknya ke tempat van sekolah menjemput. Sehingga, dia segar dan siap beraktivitas, terutama setelah sarapan.

Oya, disini saya akan sedikit-sedikit menambahkan informasi tentang Montessori, ya. Salah satu filosofi metode ini adalah adanya respect terhadap anak. Yang lalu diterjemahkan dalam penataan lingkungan yang disebut prepared environment atau lingkungan yang dipersiapkanHubungannya bagaimana, yah? Jadi ketika anak lahir, anak tentu saja kondisi fisiknya berbeda dengan orang dewasa, yaitu kecil. Karena kondisinya yang belum “sebesar” atau “setinggi”orang tua, maka sebagai wujud menghormati keadaan anak tersebut, kita sebagai orang tua menyiapkan lingkungan yang child-size atau sesuai ukuran anak. Itulah mengapa, dilingkungan Montessori, seluruh rak-raknya selalu rendah, sesuai ukuran anak, dengan harapan, anak dapat secara mandiri mengambil dan mengembalikan material yang ia inginkan.

Oya, ada salah satu artikel mendukung, yang bisa dilihat di sini.

img_20190424_104051-1
Bisa dilihat kan, tinggi raknya? 

Hari 2

Seperti hari ini. Setelah bangun tidur dan merasakan udara segar di luar setelah mengantar kakaknya, kami pun kembali kerumah.

Lucunya, Azka langsung bergerak mengambil mainan sendiri. Dan hari ini dia memilih mengambil kegiatan menuang kering; yakni menuang pompom. Ada salah satu unsur kemandirian  lain yang merupakan filosofi dari Montessori sebenarnya yang bisa terlihat di sini. Yaitu ketika anak secara sadar mengambil keputusan secara mandiri, dia ingin mengambil material apa. Atau dengan kata lain, secara naluriah, ada hal yang berada dalam dirinya yang menggerakkan anak untuk memutuskan, aku tertarik dengan material ini. Dan Azka telah memutuskan. Hihi… kecil-kecil belajar mengambil keputusan, ya. Dan sebagai orang dewasa, kita respect terhadap keputusannya.

img_20190426_082933img_20190426_082937

 

 

 

 

 

 

 

 

img_20190426_091721

img_20190426_091733

Hasil observasi:

  1. Azka tampak telah mengetahui rutinnya, tahu bahwa ia boleh mengambil mainan sendiri, namun untuk alas kerja masih harus diingatkan. Salah satu poin Komunikasi Produktif yang bisa selalu digunakan adalah Keep Information Short and Simple. Jadi, ketika saya mengatakan, “Azka, jangan lupa alas kerjanya ya”, Azka paham dan mengambilnya.
  2. Selama fokus dengan materialnya, Azka juga beberapa kali berganti material yang lain. Hal ini tentu saja diperbolehkan, namun saya tetap mengingatkannya untuk mengembalikan mainan sebelumnya. Baru setelah itu boleh mengambil yang lain.
  3. Ketika selesai dan Azka nampak sudah tidak fokus, dia mulai berlari dan meninggalkan area ini. Namun lagi-lagi, saya harus mengingatkan, “Azka, jangan lupa kembalikan mainan dan alas kerjanya ya”. Dan dia mengikutinya!
  4. Progress hari ini: Ketika saya memberikan instruksi, Azka tahu apa yang harus dilakukan. Well done, Azka !
WhatsApp Image 2019-04-27 at 04.46.16
Tabel Kemandirian Anak: Hari 2

Singapura, 27 April 2019

#hari2

#gamelevel2

#tantangan10hari

#melatihkemandirian

#kuliahbundasayang@institut.ibu.profesional

Bunda Sayang Materi 2: Melatih Kemandirian Anak (Hari 1)

Tantangan Hari 1, Game 2

Sebagai informasi, saya tengah mengikuti perkuliahan di Institut Ibu Profesional, tahapan Bunda Sayang. Kali ini memasuki materi kedua yakni Melatih Kemandirian Anak.

Saya pribadi, dan saya rasa semua ibu-ibu memiliki pandangan yang serupa, bahwa kemandirian anak itu penting, dan perlu dilatih. Bahwa anak harus diberikan kesempatan untuk mencoba bergantung pada dirinya sendiri. Bahwa sebenarnya, kemandirian itu bisa dilatih, dan tidak melulu harus dibantu orang.

Singkat saja, dalam program ini, saya diharuskan menuliskan apa yang saya lakukan untuk melatih kemandirian anak. Tantangan ini harus dituliskan minimal dalam 10 hari  dalam satu bulan.

Dalam tantangan melatih kemandirian anak ini, saya memilih Azka, anak kedua saya yang berumur 18 bulan. Lalu apa saja ya kemampuan yang ingin saya latih untuk anak berusia 18 bulan? Berdasarkan observasi, peserta diberikan kebebasan untuk menentukan skill apa yang ingin dilatih untuk anaknya.

Salah satu pedoman yang saya ikuti ada dalam link ini.

Ya, saya memilih menggunakan patokan dari Metode Montessori ini. Mengapa? Karena pada metode ini terdapat salah satu area yang disebut Practical Life; yang ternyata merupakan landasan dari metode Montessori itu sendiri. Area ini menyediakan berbagai macam kegiatan yang sangat berkaitan dengan kemandirian anak. Dan kegiatan-kegiatannya sangat erat kaitannya dengan kemampuan motorik halus anak. Kebetulan saya memang telah menggunakan metode ini semenjak Azka berumur sekitar 8 bulan. Karena ketika itu, saya melihat salah satu kekuatan Azka ada pada jari-jarinya atau yang umum disebut motorik halus. Secara alami, saya sering sekali melihat Azka terdiam dan sibuk bekerja dengan barang-barang seperti penjepit, membuka tutup botol, atau memasukkan pensil kedalam gelas. Demikian pula untuk makan. Kemampuan tiga jarinya dalam memegang buah atau sayur sangat alami dan terlihat kokoh. Sehingga bisa dipahami kalau aktivitas yang saya berikan seputar aktivitas yang mengandalkan motorik halusnya. Namun, selama ini saya biarkan ia bermain di mana ia mau, dan belum konsisten untuk menyuruh dia untuk mengembalikannya.

Nah, untuk hari 1-7 ini, saya memiliki goal melatih Azka untuk mengambil dan mengembalikan materialnya secara mandiri alias membereskan mainannya sendiri. Saya yakin semuanya butuh waktu, namun mengenalkannya sejak saat ini juga tidak ada salahnya. Oya, salah satu keunikan metode Montessori adalah pentingnya alas kerja. Jadi, Azka akan saya latih untuk:

mengambil alas kerja dan membukanya di meja

mengambil salah satu material / mainan

mengembalikan material / mainan

menggulung alas kerja dan mengembalikannya

Metode Montessori memiliki istilah khusus bahwa keseluruhan proses tersebut dinamakan Siklus Kerja. Dan anak-anak akan selalu menggunakan langkah-langkah tersebut dalam bekerja dengan material / mainan mereka. Menarik, bukan? Sebenarnya saya yakin, ini bukan hal yang baru bagi Azka, karena dia sering melihat kakaknya yang berumur 4 tahun melakukannya. Namun, lagi-lagi saya belum melatihnya dengan konsisten. Jadi, mengapa tidak ya?

Hari 1

Tantangan saya lakukan ketika kakaknya sedang bersekolah, sehingga saya bisa fokus dengan Azka dan Azka pun tidak terganggu dengan kakaknya.

Awalnya, saya hanya menunjukkan bahwa ada alas kerja yang bisa dibuka dan ditutup dengan cara digulung.

img_20190425_091125

Kemudian, membiarkan ia mencoba untuk membuka dan menggulungnya sendiri.

img_20190425_092132

img_20190425_092220

img_20190425_092200

Sepertinya, Azka tertarik dan terlihat dengan sadar bahwa ia ingin menyelesaikan tugas ini dengan baik. Tentu saja walau belum sempurna, saya berikan semangat kepadanya, “Wahh,,, bagus Azka!”

Besok bisa kita lanjutkan kembali yaaa ! 🙂

WhatsApp Image 2019-04-26 at 04.00.37
Tabel Kemandirian Anak: Hari 1

Singapura, 26 April 2019

#hari1

#gamelevel2

#tantangan10hari

#melatihkemandirian

#kuliahbundasayang@institut.ibu.profesional

Singapura dan Ramadhan

Singapura daN ramadhan

Tidak terasa, sepuluh tahun sudah saya merasakan Ramadhan di negara ini. Bukan waktu yang sebentar memang. Sungguh cepatnya waktu berlalu. Tahun 2008 adalah tahun pertama dimana saya dan suami merasakan “nikmatnya” berpuasa dirantau. Jauh dari keluarga, namun ternyata tak sesepi yang kami kira.  Kadang ada momen tertentu rasanya banyak keluarga, namun adakalanya kami merasa “wah gak seru yah”. Apa saja sih yang berbeda? Apa saja sih yang sama? Ramadhan mana ya, yang paling berkesan untuk saya?

Sahur dan Puasa

Tentang sahur. Kalau di Indonesia, waktu sahur berarti kita juga sudah terbiasa mendengar orang berteriak “sahurr…sahurr” dengan kentongan yang bertalu-talu. Namun tidak disini. Hanya mengandalkan alarm bahwa pukul 4.30 AM kita harus bangun untuk melakukan sahur. Sepi, sungguh sepi hihi. Dan ketika memasuki Subuh sekitar pukul 5.30 – 5.45 AM, kami pun melaksanakan Subuh di rumah. Agak sedih memang, karena rumah kami lumayan jauh dari masjid terdekat yang ada.

Lalu sepanjang puasa bagaimana  dengan siaran TV? Jangan harap dong yah.  Mana ada siaran bernuansa Ramadhan disini. Apalagi, iklan sirup Marjan. :D. Tapi justru kami bisa memanfaatkan waktu untuk tidak hanya mengandalkan TV. Saya cukup beruntung ya ketika itu ada masa-masa saya bekerja; jadi setelah Subuh, langsung bersiap-siap kerja. Jadi tidak ada waktu untuk tidur kembali. Yang ada, langsung berangkat kerja. Rasanya malah segar ya, karena langsung beraktivitas.

Kebetulan saya bekerja di suatu lingkungan muslim, sehingga ada kebijakan untuk pulang lebih cepat, yakni satu jam lebih awal untuk menyiapkan buka puasa. Karena jam makan siang kami tidak kami gunakan. Alhamdulillah. Rasanya ini salah satu faktor yang cukup menyenangkan. Walau tinggal di negara yang mayoritasnya bukan muslim, saya masih mendapatkan kesempatan untuk merasakan Ramadhan di tempat kerja. Dan tentu saja berbeda dengan suami yang notabene tidak ada bedanya. Jam makan siang tetap ada, namun digunakan untuk tidur dan tilawah. Sedangkan jam pulang tidak berubah.

Atmosfer Ramadhan pun hanya terasa di tempat-tempat tertentu. Tidak seperti di Indonesia yang ketika bulan Ramadhan, atmosfernya kental sekali. Pedagang cemilan berhamburan di tepi jalan menjelang berbuka adalah hal yang sangat tidak mungkin ditemukan di Singapura.

Jadi dimana dong seru-serunya? Bagi muslim di Singapura, Geylang dan sekitarnya adalah tempat yang saya rasa cukup mewakili kemeriahan Ramadhan. Silakan mau cari apa saja ada. Dekorasi dibuat semeriah mungkin, dan mayoritas orang muslim mudah sekali ditemui disini. Selama bulan Ramadhan, dari baju hari raya, karpet, makanan,  es buah, furniture, semua tumpah ruah di sini. Tapi jangan lupa ya, nikmati saja keramaian yang ada, keriuhan, dan kesumpekannya. 🙂

Geylang-05
 

Situasi bazaar menjelang magrib. Sumber gambar: http://www.everydaypeople.sg/gallery/geylang-bazaar-ramadhan-singapore-street-photography/

 

Iftar (Berbuka Puasa) dan Tarawih

Kala itu, kami belum memiliki bocah. Jadi, kami sungguh menikmati waktu berdua. Baru pindah ke rantau sehingga bermain kesana kemari layaknya anak baru belajar berjalan. Mengeksplorasi waktu untuk bersilaturahmi dengan kawan baru dan tempat baru. Yang signifikan terasa berbeda apalagi kalau bukan buka puasa bersama. Ada beberapa kenangan manis berbuka puasa ketika kami masih berdua saja.

Maghrib di Singapura biasanya berkisar pada pukul  19.00-19.15 . Jadi rata-rata kami berpuasa selama 8 jam setiap harinya. Mirip-miriplah ya dengan di Indonesia. Tidak ada perbedaan yang signifikan. Yang menarik adalah ketika saya berburu takjil gratis di masjid lokal. Pulang kerja daripada masak, kami langsung menuju masjid yang kami inginkan. Hihi.

Berbuka puasa di masjid lokal

Ketika pertama kalinya berbuka puasa di masjid, saya agak terkejut yah. Ternyata kebiasaan makan bersama dalam satu wadah, bercampur dengan orang lain merupakan pengalaman baru bagi saya. Makanannya pun terima saja. Haha. Bubur kambing, nasi briyani, daging dan acar, juga kuih muih melayu dan buah merupakan makanan yang umum kami temui. Dan ternyata, tiap masjid kadang memiliki keunikan tersendiri. Karena saya dan suami masih suka berpindah-pindah masjid, kami jadi tahu oh, masjid A  menyediakan makanan ini. Masjid B ternyata lain lagi. Semuanya disajikan masjid gratis untuk para tamu yang berbuka. Tentu saja, beberapa bulan sebelumnya telah dibuka kantong donasi bagi para donatur yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan Iftar ini. Kebayang kan, bagaimana saya dan suami bersuka cita pindah dari satu masjid ke masjid yang lain? 🙂

Namun, hanya karena mendapatkan gratisan, bukan berarti kita tidak bisa berbagi. Ternyata saya juga belajar banyak hal. Ada beberapa tamu yang juga membawakan makanan ringan atau buah dari rumah, untuk dibagi-bagikan kepada tamu yang lain. Tidak banyak, tapi jeruk yang dibagikan, puding yang disiapkan, pizza mini yang ditawarkan kepada saya membuat saya merasa…. “wahh…iya juga ya…bisa jadi ajang berbagi secara langsung juga.. Jadi kita gak cuma mengejar gratisannn gituu…”

Dulang
 

Salah satu contoh penyajian makanan. Sumber gambar: https://familylearningjourney.wordpress.com/2016/07/18/buka-puasa-ala-masjid-di-singapura/

 

Dan tentu saja, kami sekalian melanjutkan tarawih di masjid tempat kami berbuka. Untuk tarawih, saya tidak banyak merasakan hal yang berbeda dengan di Indonesia.

Berbuka puasa bersama IMAS (Indonesian Muslim Association in Singapore)

Hal lain yang mengasyikkan yang saya alami adalah ketika berbuka puasa dengan teman-teman muslim dan muslimah Indonesia di Singapura. Biasanya, acara ini diadakan dimasjid An-Nahdah daerah Bishan, Singapura. Ratusan muslim dan muslimah Indonesia berkumpul bersama dari segala penjuru Singapura. Disini baru terasa, wahh… ternyata banyak ya yang tinggal di Singapura.

Biasanya, beberapa jam sebelum berbuka, kami sudah dipersilakan hadir karena ada kajian ataupun lomba-lomba untuk anak-anak. Lombanya pun bervariasi dari mewarnai, membuat ketupat, cerdas cermat, dan menggambar. Lomba photography biasanya telah diadakan satu minggu sebelum hari H dan diumumkan pemenangnya ketika acara buka puasa tersebut. Dan yang terpenting, rasanya bahagia bertemu dengan kawan-kawan yang jarang ketemu. Silaturahmi, canda tawa, kerja sama, ibadah bersama mewarnai acara buka puasa bersama IMAS ini.

Cl8LYTTUYAAr0Nn
Situasi buka bersama IMAS Sumber:https://twitter.com/kbrisingapura/status/747328891937689600

Berbuka puasa bersama teman-teman pengajian

Dan yang tidak kalah indahnya adalah buka puasa bersama teman-teman pengajian yang saya temui sejak pertama kali pindah ke rantau, sampai hari ini. Kayanya, kalau terlewat, rasanya rugi sekali. Mungkin karena sudah menjadi kebiasaan, saling bertemu, maka moment buka puasa ini tidak boleh terlewatkan. Beberapa minggu sebelumnya, sudah diumumkan bahwa potluck adalah cara kita mengumpulkan makanan untuk disantap bersama-sama nantinya. Jangan tanya ya, super lengkap jenis makanannya. Dari menu utama, lauk-pauk, cemilan, dan dessert bervariasi deh pokoknya.

13533052_10208483928789422_7216763701046383633_n
 

Sumber: koleksi facebook pribadi

 

12106715_10207307954115559_3442503232674484466_n
 

Salah satu contoh menu potluck kami, yang tentunya rasa dan selera Indonesia punya. Sumber: koleksi facebook pribadi

 

Dan…..

 

Dari sepuluh tahun kami ber-Ramadhan dirantau, ada satu tahun yang menurut saya sangat membekas. Dan saya, tidak akan pernah melupakan Ramadhan bersejarah itu; yakni Ramadhan pada tahun 2013.

 

Aku dan Ramadhan (2)

Qadarallah, Allah menganugerahi kami berdua; saya dan suami, waktu yang cukup lama untuk menanti kehadiran buah hati. Dan, Ramadhan adalah waktu yang istimewa bagi kami untuk terus meminta. Memang, kami menikmati setiap waktu yang Allah hadirkan untuk kami berdua, namun rasa rindu itu senantiasa datang.

Sesantai-santainya kami, maka Ramadhan adalah tempat kami meluapkan harapan dan perasaan. Saya masih ingat, kala itu saya yang masih bekerja, sedang dalam titik nyaman bekerja. Sudah memasuki tahun keempat mengajar anak-anak muslim di Singapura dan saya tidak bisa bilang tidak suka. Saya sangat menikmati segalanya. Namun, saya juga tahu… rindu itu berat. Sebelum memasuki bulan Ramadhan ditahun 2013 itu, Allah menggerakkan kami untuk kembali berhadapan dengan dokter dan menurut segala perhitungan, maka bulan Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk memulai segala ikhtiar kami sebagai manusia. Sungguh semuanya serba kebetulan, sesuatu yang tidak kami rencanakan sebelumnya, sempat berpikir untuk menunda, namun biological clock saya pun terus berjalan. Dan, lagi-lagi masalah klasik melanda; sang Dokter kebanyakan pasieenn, sehingga jadwal beliau pun padat merayap.

Selain menjalani hari seperti biasa, berpuasa dan bekerja, ada hari-hari kami harus bolak balik ke dokter untuk memastikan program kami aman, berjalan sesuai dengan rencana. Juga ada obat yang harus dikonsumi ketika sahur dan berbuka. Disatu sisi…malam-malam pada bulan Ramadhan, kami isi dengan memohon tiada henti agar Allah meridhoi usaha kami.  Kepasrahan kami, meyakini bahwa ikhtiar dan doá yang kami panjatkan kepada Ilahi kami kuatkan tanpa henti. Sambil tetap meyakini, bahwa takdir Allah selalu yang terbaik.

Dan.. itulah waktunya.. Ramadhan di rantau pada tahun ini memberikan warna.

Ramadhan berakhir dan dilanjutkan dengan berbagai tindakan dan intervensi dari dokter, sampai akhirnya..dua minggu setelah Ramadhan, ketika melakukan tes darah, rasanya seperti mendapatkan rapor dari Allah SWT. AllahuAkbar… saya dinyatakan hamil untuk pertama kalinya…., setelah bertahun-tahun menunggu. Sujud syukur dari kami berdua…Speechless

Hanyalah Allah satu-satunya penolong, tempat meminta dan memohon.

Kalau saya boleh menyuntikkan semangat, sungguh, untuk apapun yang kita inginkan, selalu libatkan Allah. Allah lagi, Allah terus. Ini pun sebagai pengingat untuk saya, bahwa “Gusti Allah Mboten Sare”– Allah Tidak Tidur. Allah menilai usaha kita, namun pasrah dan tawakkal pada-Nya adalah mutlak.

Jadi, kalau teman-teman memiliki keinginan kuat yang belum tercapai, semoga ini memberikan semangat. Jangan sia-siakan Ramadhan yang akan datang ini yah. Siapa tahu, Ramadhan ini waktunya keinginan kita terkabul. Karena momen ini, setiap kali saya melihat anak saya yang sebentar lagi berusia 5 tahun, saya selalu katakan betapa istimewanya Ramadhan. Saya ceritakan kebahagiaan Ramadhan. Saya visualisasikan betapa senangnya ketika Ramadhan menyapa. Dan..setiap kali saya lelah, saya ingat Ramadhan dan kebaikan Allah.

Karenanya, sampai lima, sepuluh atau dua puluh tahun mendatang.. Ramadhan di Singapura akan selalu menjadi sejarah penting bagi keluarga kami. MasyaAllah.

 

Singapura, 24 April 2019

*)Ditulis untuk meramaikan program “Nulis Bareng, Yuk!” kelas Rumbel Literasi IP Asia (edisi April 2019)